5 Tradisi Berbahaya Yang Masih Dilakukan Dan Memakan Korban
Di era modern ini, beberapa suku bangsa masih melestarikan
adat istiadat mereka. Walaupun secara perlahan adat tersebut kadang mulai
ditinggalkan. Di indonesia saja, masih bisa kita jumpai beberapa suku bangsa
yang masih memegang tradisi mereka.
Beberapa tradisi kadang terlihat aneh, bahkan terlihat
mengerikan untuk dilakukan. Namun menurut suku-suku tersebut tradisi yang
mereka lakukan memiliki tujuan tersendiri. Misalnya seperti tradisi meminta
hujan, persembahan pada dewa dan lain sebagainya.
Berikut dibawah ini adalah beberapa tradisi yang dilakukan
untuk tujuan tertentu namun terlihat agak aneh dan kadang mengerikan.
1. Tradisi Mengundang Hujan Desa La Esperanza Meksiko
Di Desa Nahua, Negara Bagian Guerrero, Meksiko terdapat
tradisi yang dilakukan setiap bulan Mei. Puluhan ibu-ibu berkumpul dan
berkelahi di lapangan desa hingga berdarah-darah. Tradisi ini dimulai dengan membentuk
lingkaran besar. Setiap desa diwakilkan oleh wanita dan mereka akan berhadapan
dengan wakil dari desa lain. Dua wanita dewasa tersebut berhadap-hadapan dan
kemudian saling berkelahi. Setiap ada darah muncrat, warga di lingkaran besar
akan bersorak. Darah yang terciprat dari perkelahian sengit para ibu itu akan
dikumpulkan di ember. Nantinya, ladang akan disirami darah itu demi memanggil
hujan yang dipercaya berujung pada panen yang sukses.
Tradisi ini adalah gabungan antara ritual kuno di Meksiko
dan Katolik. Namun sebenarnya pihak gereja setempat tidak mendukung tradisi
tersebut. Tetapu sebagian warga masih meyakini bahwa tradisi tersebut bertujuan
agar Dewa Hujan Tlaloc mau memberkahi hasil tani Desa Nahua. "Tidak ada
yang peduli menang kalah. Lebih penting bagi warga agar perkelahian ini
menghasilkan banyak darah untuk mengundang hujan"
2. Tradisi Pecahkan Batok Kelapa India
Di India masih ada tradisi yang sedikit terlihat agak berbahaya.
Setiap tahun ribuan warga pergi ke sebuah kuil di India selatan untuk melakukan
ritual pemecahan batok kelapa menggunakan kepala. Uniknya tradisi ini dilakukan
oleh semua kalangan, bahkan anak-anakpun diperbolehkan mengikutinya. Tujuannya
adalah sebagai persembahan kepada dewa. Warga yang ingin ikut serta dalam
tradisi ini berjongkok dilantai sambil menunggu pendeta kuil menghampiri lalu
memecahkan batok kelapa di kepala mereka. Beberapa warga terlihat kesakitan,
namun ada juga yang langsung mengumpulkan pecahan batok kelapa sebagai
persembahan kepada dewa. Ada seorang wanita menceritakan bahwa dirinya tidak
merasakan apa-apa saat ia mengikuti tradisi ini, dia percaya bahwa dewi telah
menyelamatkannya dan menghilangkan rasa sakitnya.
Sejarah ritual berawal ketika pendudukan Inggris di India,
saat itu Inggris mencoba membuat jalur kereta api melintasi daerah Tamil Nadu,
Namun warga menolak rencana Inggris tersebut. Karena penolakan tersebut Inggris
mengajukan syarat kepada warga, jika warga bisa memecahkan batu atau batok
kelapa menggunakan kepala maka jalur kereta akan dirubah. Sejak saat itu setiap
tahunnya hingga sekarang ritual ini dilakukan dan berhasil menarik ribuan
pengunjung.
3. Tradisi Gotmar Mela India
Masih di negara India, sejak 300 tahun lalu, dua desa
Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India, yaitu Pandhurna dan Sawargaon memang
selalu bertikai. Letak kedua desa berada di tepi Sungai Jaam. Entah apa awal mulanya,
desa tersebut seakan tidak pernah rukun. Oleh karena bentrok antar keduanya,
sudah ratusan orang luka-luka dan bahkan ada juga yang meninggal dunia. Akan
tetapi, perang itu saat ini sudah tidak ada. Kedua desa telah bersepakat untuk
damai. Suasana mencekam telah berganti menjadi sebuah festival untuk mengenang
tragedi berdarah tersebut, namanya Gotmar Mela.
Tradisi Gotmar Mela berlangsung di hari kedua Bhadrapad,
bulan baru yang biasanya jatuh pada tanggal 23 Agustus hingga 22 September. Masyarakat
Pandhurna dan Sawargaon berkumpul di tepi sungai dan mempersenjatai diri mereka
dengan batu yang dipersiapkan untuk kegiatan saling lempar batu. Masing-masing
desa menjadi satu kelompok. Keduanya memperebutkan bendera yang sebelumnya
diikatkan di atas pohon. Masing-masing kelompok harus mengatur strategi agar
bisa mendapatkan bendera tersebut. Ini memang tidak mudah, selain letak bendera
yang ada di atas pohon, setiap orang yang akan naik akan selalu diganggu oleh
anggota kelompok lain. Tentu saja, melempar batu adalah satu-satunya cara agar
lawan tidak bisa mengambil bendera.
Karena sangat berbahaya pemerintah setempat telah melarang
kegiatan ini berlangsung, tapi masyarakat Pandhurna dan Sawargao tetap saja
melanjutkan tradisi mereka. Untuk mengurangi korban, pada tahun 2001 diusulkan batu
yang digunakan akan diganti menjadi bola karet, tapi hal tersebut tidak
didengarkan oleh kedua desa ini.
4. Tradisi Perang Rocket Chios Yunani
Tradisi ini terdengar sedikit modern karena menggunakan
kembang api sebagai bahannya. Setiap tahun pada hari Paskah, dua gereja di
sebuah pulau kecil bernama Chios, Yunani, menggelar perang kembang api. Kedua
gereja itu saling menembakkan ribuan kembang api ke satu sama lain. Dua gereja
ortodoks (Saint Mark dan Panagia Erithiani) di kota Vrodandos berusaha memukul
lonceng gereja satu sama lain dengan menembakkan kembang api. Warga Vrodandos
membutuhkan beberapa bulan untuk mempersiapkan tradisi unik tersebut. Sekitar
150 orang terlibat dalam pembuatan lebih dari 25.000 kembang api tersebut.
Tidak semua warga menyukai tradisi berbahaya ini. Kegiatan itu telah
menyebabkan beberapa kasus kebakaran dan juga kasus kematian.
Sejumlah warga sudah mulai menyuarakan keprihatinan mereka
dan berusaha untuk mendorong dihentikannya tradisi tersebut. Kekhawatiran ini
tampaknya tidak terlalu mengganggu mereka yang menyukainya. Pada hari Paskah
kemarin, tradisi ini tetap dilaksanakan dan puluhan ribu roket ditembakkan ke
udara. Ribuan orang tampak menikmati tradisi itu sembari melihat warna langit
yang berkelap-kelip karena efek cahaya kembang api.
Sejarah tradisi ini berawal pada abad ke-19, ketika pulau
Chios diduduki oleh Ottoman. Saat itu, orang pribumi di pulau ini memiliki
kapal yang dilengkapi dengan meriam untuk melawan bajak laut. Namun, rupanya
para warga juga suka menembakkan meriam mereka saat merayakan Paskah. Ketika
penjajah Ottoman datang ke pulau itu, mereka menyita meriam warga untuk
mencegah pemberontakan. Sebagai gantinya, para warga beralih menembakkan
kembang api. Dan tradisi ini tidak pernah berhenti sejak saat itu.
5. Tradisi Onbashira Jepang
Selama 1200 tahun terakhir festival Onbashira di Nagano
wilayah Jepang telah secara tradisional dirayakan tanpa terputus. Kata
Onbashira harfiah diterjemahkan sebagai ” pilar suci” , melambangkan
pembaharuan Suwa Grand Shrine . Ini terdiri dari dua tahap : Yamadashi
diterjemahkan sebagai ” keluar dari pegunungan ” yang diselenggarakan pada
bulan April seperti untuk Satobiki diadakan pada bulan Mei. Sebelum festival
dimulai , 16 batang pohon dipotong dari 200 tahun pohon cemara Jepang. Setiap
pohon bisa sampai 1 meter di seberang , 16 meter dan berat sampai 12 ton . Tim
pria mempertaruhkan hidup mereka dengan memanjat pada batang dan naik sepanjang
jalan menuruni lereng berlumpur , dibutuhkan 3 hari untuk memindahkan batang
lebih dari 10 kilometer ke kuil . Batang pohon besar yang beratnya sekitar 7
ton, diluncurkan menuruni lereng dengan sudut kemiringan 40 derajat. Saat
batang pohon meluncur, para pria pemberani melompat dan duduk di atasnya.
Karena kecepatannya cukup tinggi, beberapa orang terlempar atau tergilas. Di
antara mereka ada yang tewas atau cedera karena tertimpa pohon yang sangat
berat.
Sumber referensi:
http://www.kaskus.co.id/thread/58058896582b2e9e528b4567/kaskus.co.id/?utm_source=facebook&utm_medium=internalpost&utm_campaign=hotthread
Post a Comment for "5 Tradisi Berbahaya Yang Masih Dilakukan Dan Memakan Korban"